Indonesia Butuh Sistem dan Pemimpin Yang Baik (Renungan 63 Tahun Indonesia Merdeka)

AL-ISLAM - Edisi 419

Acara seremonial dan perlombaan memperingati 63 tahun kemerdekaan Indonesia telah usai. Masyarakat telah kembali pada rutinitas seperti sebelumnya.

Menutup serangkaian acara dan seremonial itu, ada pertanyaan penting yang mesti direnungkan. Benarkah Indonesia sudah meraih kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya? Sudahkan tujuan kemerdekaan—di antaranya kemandirian dan kesejahteraan—berhasil diwujudkan?

Jika kemerdekaan dimaknai bebas dari penjajahan fisik, betul negeri ini telah merdeka. Namun, harus diingat, penjajahan hakikatnya adalah penguasaan dan pengaruh atas suatu negeri untuk bisa mengeksploitasi manusianya, mengeruk kekayaannya dan merampas sumberdayanya. Jadi, penjajahan tidak melulu bersifat fisik/militer. Ada bentuk-bentuk penjajahan non-fisik seperti penjajahan secara pemikiran, politik, ekonomi dan sebagainya. Penjajahan non-fisik ini jelas masih menguasai negeri ini. Penjajahan ini jauh lebih berbahaya. Pasalnya, penjajahan semacam ini mampu menjadikan bangsa terjajah secara tidak sadar mengadopsi konsepsi, sistem dan ideologi buatan penjajah. Setelah merdeka secara fisik, negeri ini, misalnya, secara tidak sadar malah mengadopsi sistem politik warisan penjajah, yaitu demokrasi, yang lahir dari ideologi Kapitalisme. Demokrasi dijadikan alat oleh pihak asing (penjajah) untuk merecoki negeri ini. Contohnya tampak pada aspek fundamental, yaitu penyusunan konstitusi dan perundang-undangan. Amandemen konstitusi yang lalu terlihat banyak dipengaruhi (baca: didekte) oleh pihak asing/penjajah. Akibatnya, konstitusi negeri ini makin bercorak liberal. Hal sama terjadi pada penyusunan UU. Pihak asing berhasil mencampuri pembuatan/ pengesahan sejumlah undang-undang, bahkan dari mulai pembuatan draft (rancangan)-nya. Akibatnya, sejumlah UU makin kapitalistik dan sangat liberal, yang ujung-ujungnya lebih memihak asing/penjajah. Sebut saja UU Migas (UU No. 22 Th. 2001), UU BUMN (UU No. 19 Th. 2003), UU PMA (UU No. 25 Th. 2007), UU SDA (UU No. 7 Th. 2004), UU Kelistrikan (UU No. 20 Th. 2002), UU Tenaga Kerja (UU No. 13 Th. 2003), UU Pelayaran (UU No. 17 Th. 2008), UU Pengalihan Hutan Lindung menjadi Pertambangan (UU No. 19 Th. 2004), dan lainnya.

Di bidang pertahanan dan keamanan, hingga saat ini alat pertahanan masih bergantung pada pihak asing. Berbagai kebijakan keamanan pun banyak dipengaruhi pihak asing, terutama negara besar. Ambil contoh, kebijakan dalam kasus terorisme. Perjanjian DCA dengan Singapura, meski pada akhirnya dibatalkan, juga memperlihatkan hal yang sama.

Ketakmandirian negeri ini paling jelas tampak pada aspek ekonomi. Dengan memilih sistem ekonomi kapitalisme, negeri ini masih berada dalam cengkeraman negara penjajah/asing, yang notabene negara-negara kapitalis besar seperti AS. Kapitalisme meniscayakan negeri ini harus mengikuti strategi ekonomi dan kebijakan yang lebih berpihak kepada para kapitalis, khususnya asing. Sebaliknya, rakyat tetap miskin. Presiden SBY dalam pidato di depan sidang DPR 15 Agustus lalu mengungkapkan angka kemiskinan per Maret 2008 masih 15,4 %. Itu artinya, dari 225 juta penduduk Indonesia, 34,65 juta orang hidup dengan kurang dari lima ribu rupiah per hari. Bahkan menurut para pengamat angka kemiskinan yang sebenarnya lebih besar lagi, terutama setelah kenaikan harga BBM pada Juni lalu yang rata-rata 28,7 %.

Karena mengadopsi ekonomi kapitalisme, negeri ini terjebak dalam jerat utang dan harus menjadi pasien IMF. Negeri ini harus tunduk pada formula strategi ekonomi yang disodorkan oleh IMF yang disebut Konsensus Washington, yaitu berupa kebijakan penyesuaian struktural (struktural adjustment policy/SAP). SAP meliputi liberalisasi impor dan pelaksanaan sumber-sumber keuangan secara bebas (liberalisasi keuangan), devaluasi mata uang, pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter dengan pembatasan kredit untuk rakyat, pengenaan tingkat suku bunga yang tinggi, penghapusan subsidi, peningkatan harga-harga public utilities (kebutuhan rakyat), peningkatan pajak, menekan tuntutan kenaikan upah, liberalisasi investasi terutama investasi asing dan privatisasi.

Akibat langsung yang dirasakan rakyat negeri ini adalah penghapusan subsidi. Kebutuhan rakyat pun menjadi mahal tak terjangkau. Demi memenuhi amanat liberalisasi investasi, kekayaan alam (minyak dan barang tambang) diserahkan kepada pihak asing. Sesuai mandat privatisasi, BUMN-BUMN pun beralih ke tangan swasta, khususnya asing. Tahun 2007 sebanyak 15 BUMN telah diprivatisasi. Tahun 2008 ini direncanakan sebanyak 44 BUMN akan diprivatisasi. Bahkan Wapres Yusuf Kalla pernah menyampaikan bahwa hingga tahun 2009 jumlah BUMN yang akan diprivatisasi mencapai 69 BUMN. Pemerintah menargetkan pada tahun 2015 hanya memiliki 25 BUMN.

Privatisasi BUMN itu merupakan agenda pihak asing. Mereka langsung mengawalnya sejak awal. World Bank, IMF, ADB dan USAID membuatkan serangkaian alasan dan petunjuk yang dipakai Pemerintah untuk melaksanakan privatisasi. Hal itu tertuang dalam dokumen legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam rilis berita ADB, Project Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program, dinyatakan bahwa Indonesia diberi utang US $ 400 juta dengan syarat harus menjalankan program privatisasi. AS melalui USAID, bekerjasama dengan World Bank, juga mengawal privatisasi di Indonesia seperti yang tertuang dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indenesia 2004-2008.

Tampak jelas, kebijakan ekonomi negeri ini dikendalikan oleh asing/penjajah. Padahal BUMN, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi sumber pemasukan sangat besar bagi negara untuk menjalankan pembangunan, memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat dan mensejahterakan seluruh rakyatnya. Namun, karena privatisasi, negara kehilangan sumber pemasukan. Beban pembiayaan negara pun dibebankan kepada rakyat. Misalnya melalui pajak dan pungutan lain yang beragam dan bertambah besar. Beban yang harus ditanggung oleh rakyat pun kian hari kian berat.

Setelah 63 merdeka, perekonomian negeri ini justru makin dicengkeram asing, dan rakyatlah yang harus menanggung bebannya. Akibat kemiskinan, lebih dari 4 juta anak mengalami kekurangan gizi. Mereka dipaksa menjadi bagian dari lost generation. Tingkat stres masyarakat pun sedemikian besar. Kriminalitas meningkat tajam hingga 400%. Angka kekerasan dalam rumah tangga dan konflik rumah tangga yang berujung pada perceraian pun melonjak. Banyak perempuan akhirnya terjerumus dalam lembah pelacuran. Tentu masih banyak dampak buruk lainnya akibat penjajahan non-fisik yang masih mencengkeram negeri ini.

Semua itu masih diperparah oleh kualitas aparatur, pejabat dan politisi yang buruk. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan kepada publik oleh aparatur sedemikian buruk. Korupsi sedemikian mengakar; dari Sabang sampai Merauke; dari tingkat RT hingga pejabat tinggi negara, termasuk anggota DPR dari daerah hingga pusat.

Mewujudkan Makna dan Tujuan Kemerdekaan Hakiki

Kemerdekaan hakiki adalah terbebasnya manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan pada Tuhannya manusia (Allah SWT). Hal ini tidak bisa diwujudkan selama sistem/aturan yang digunakan adalah sistem/aturan buatan manusia, terutama yang bersumber dari ideologi Kapitalisme. Semua itu hanya bisa diwujudkan dengan penerapan sistem yang berasal dari Allah Yang Mahaadil, Pencipta manusia, alam dan seisinya sebagai wujud penghambaan kepada-Nya. Sistem itu tiada lain adalah sistem Islam.

Jenderal Rustum pernah bertanya kepada Ruba’i bin Amir, ”Apa yang mendorong kalian ke sini?”

Ruba’i bin Amir menjawab, ”Allah memerintahkan kami untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia ke penghambaan semata kepada Allah, Tuhan manusia; dari kesempitan dunia ke keluasannya; dan dari kezaliman agama-agama ke keadilan Islam.”

Inilah misi Islam mewujudkan kemerdekaan hakiki.

Allah Swt. juga menegaskan bahwa Islam dan syariahnya akan memberikan kehidupan. Allah Swt. berfirman:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian (QS al-Anfal [8]: 24).


Walhasil, sistem Islamlah yang akan memerdekakan manusia dari segala bentuk penindasan; menebarkan kebaikan, rahmat, dan hidayah; mewujudkan kesejahteraan dan kehidupan; merealisasikan keadilan, melenyapkan kezaliman yang membelenggu manusia; dan menyelamatkan manusia dari kegelapan sistem buatan manusia.



Sistem Islam yang baik ini juga akan mewadahi dan membentuk subyek (pelaku/pelaksana) yang baik. Subyek yang baik adalah yang bertakwa, senantiasa sadar diawasi oleh Allah Yang Mahatahu, senantiasa merindukan keridhaan Allah dan ideologis. Subyek yang demikian hanya bisa terwujud dalam sistem Islam, yaitu Khilafah Islamiyah.


Wahai Kaum Muslim:

Jelas yang diperlukan oleh negeri dan bangsa ini adalah sistem yang baik sekaligus subyek (pelaku/pelaksana) yang baik pula. Itulah sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah, yang dijalankan oleh Muslim yang berkepribadian islami. Dengan itu kemerdekaan hakiki, termasuk kemandirian dan kesejahteraan, akan bisa terwujud dan dinikmati oleh semua; Muslim dan non-Muslim. Karena itu, mari kita merenungkan pertanyaan Allah SWT dalam firmannya:


أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).


Wallâh a’lam bi ash-shawâb

Adab-adab yang Wajib Diketahui Setiap Muslim

Oleh Faishal Abdurrahman, Lc

Sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala aspek kehidupan, baik 'aqidah, ibadah, muamalah, akhlak dan adab, sebagai dalil yang menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, adalah firman Allah Ta'ala: "Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam jadi agama bagimu". (QS al-Maidah: 3)
Salah satu aspek dari ajaran Islam yang tidak kalah pentingnya dan wajib bagi setiap muslim mengetahuinya dan memilikinya serta menghiasi diri dengannya adalah akhlak dan adab, karena suatu umat apabila telah hilang akhlak dan adabnya, maka ini merupakan tanda-tanda kehancuran suatu umat dan generasi tersebut, demikian juga sebaliknya, ketika suatu kaum dan generasi mempunyai akhlak dan adab maka jayalah umat tersebut. Oleh karena itu untuk mewujudkan hal tersebut maka
Insya Allah pada edisi ini akan dibahas tentang adab-adab yang wajib diketahui oleh setiap muslim.

Diantara bentuk-bentuk adab yang yang wajib diketahui oleh setiap muslim adalah :

1. Adab kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Bersyukur terhadap segala nikmat-Nya
Seorang muslim yang mempunyai adab yang benar hendaknya merenungi segala nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah
Ta'ala kepadanya. Kenapa seorang muslim wajib bersyukur ? Karena begitu banyaknya nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah dia terima, Allah 'Azza wa Jalla telah menciptakannya dalam bentuk sebaik-baiknya, Dialah Allah Ta'ala yang telah memberikan pendengaran, penglihatan, hati, rizki yang tidak terhitung banyaknya. Yang tidak akan sanggup manusia menghitungnya meskipun manusia menginfakkan hartanya sebesar bukit dari emas dan perak, sebagaimana yang dipertegas dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala:"Dan jika kamu kamu menghitung nikmat Allah, niscaya engkau tidak bisa menghitungnya". (QS. Ibrahim: 34 ) Oleh karena itu kufur nikmat serta ingkar kepada nikmat Sang Pencipta 'Azza wa Jalla merupakan sebagai pertanda tidak beradab kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan berlawanan dengan adab Islam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Oleh karena itu, ingatlah kepada-Ku niscaya aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku". (QS. al-Baqarah: 152)

Malu dan takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tatkala ada keinginan atau kecenderungan untuk melakukan dosa dan maksiyat.
Bukan termasuk adab kalau tidak ada rasa malu dan takut seorang hamba dalam melakukan kedurhakaan kepada Rabb-Nya dan menentang-Nya dengan melakukan dosa dan maksiyat kepada-Nya, sedangkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui, mengawasi apa yang dilakukan hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Ia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan". (QS. at-Taghabun: 4)

Berserah diri dan menggantungkan segala perkara dan urusan kepada-Nya
Maka tidaklah dikatakan seseorang beradab jika dia lari Allah
Subhanahu wa Ta'ala, yang ia tidak dapat menghindar dari-Nya, dan menyandarkan diri kepada sesuatu yang tidak mempunyai daya dan upaya sedikitpun, dalam hal ini Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya". (QS. Hud: 56). Didalam surat yang lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : "Dan hanya kepada Allahlah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar orang yang beriman". (QS. al-Maidah: 23).

Merenungi rahmat Allah yang telah dilimpahkannya dan kepada seluruh makhluk
Maka tatkala ia menginginkan rahmat yang lebih besar dari sebelumnya, ia tunduk merendah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan berdo'a dengan penuh ketulusan dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan kata-kata yang baik dan melakukan amal shalih. Dan bukan termasuk adab kalau seseorang berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman : "Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah". (QS. Yusuf: 87)

Memikirkan betapa kerasnya adzab Allah dan betapa kuat balasannya
Dengan melakukan yang demikian ia bisa menjaga dirinya, yaitu dengan mentaati segala perintah-Nya dan berusaha untuk tidak mendurhakakan-Nya. Tidaklah seseorang dikatakan beradab kepada Allah
'Azza wa Jalla jika seorang hamba yang lemah dan tidak memiliki kekuatan sedikitpun, melakukan kedurhakaan dan kezholiman di hadapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.

Berhusnuzhan kepada Allah terhadap janji yang pasti akan ditepati dan ancaman yang pasti dipenuhi
Karena tidaklah beradab jika seseorang berburuk sangka kepada Allah
'Azza wa Jalla lalu ia melakukan kemaksiatan dan kedurhakaan kepada-Nya, lalu ia mengira bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak melihatnya dan tidak akan memberi balasan terhadap dosa-dosanya. Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim untuk berbaik sangka kepada Allah karena janji Allah Subhanahu wa Ta'ala itu benar dan sekali-kali Allah 'Azza wa Jalla tidak akan mengingkari janji-Nya. Allah Ta'ala berfirman: "Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya maka mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kemenangan". (QS. an-Nur: 52)

2. Adab Kepada Al-Qur'an

  • Membacanya dalam keadaan suci, menghadap kiblat dan duduk dengan penuh kesopanan dan ketenangan.
  • Membacanya dengan tartil dan tidak terburu-buru.
  • Membaca dengan penuh kekhusu'an.
  • Membaguskan suaranya, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Hiasilah Al-Qur'an dengan suaramu". (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Nasa'i, Abu Daud)
  • Mensirkan (merendahkan) bacaannya jika ia takut riya' atau mengganggu kekhusyu'an orang sedang shalat.
  • Membacanya dengan penuh perhatian, serta berusaha merenungi dan memahami maknanya dan hikmah-hikmah yang terkandung didalamnya.
  • Ketika membaca Al-Qur'an hendaknya ia tidak termasuk orang yang lalai dan menyimpang dari aturan-aturannya, karena hal tersebut dapat menyebabkan laknat terhadap diri sendiri, seperti ia membaca ayat: "Maka kita minta supaya laknat Allah ditimpakan pada orang-orang yang dusta". (QS. Ali Imran: 61) Dalam surat lain Allah Ta'ala berfirman: "Ingatlah laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dzalim". (QS. Hud: 1 8)
  • Berusaha dengan sungguh-sungguh supaya menjadi ahlul-Qur'an yang merupakan Ahlullah dan orang-orang yang mendapatkan keistimewaan.

3. Adab Kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

  • Mentaati dan mengikuti jalan kehidupan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dalam urusan dunia ataupun agamanya.
  • Mendahulukan cinta kepadanya dari mencintai yang lain.Dalam hal ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sempurna keimanan salah seorang dari kalian sehingga aku lebih dia cintai dari anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia" (Muttafaqun 'alaihi)
  • Mencintai orang yang beliau cintai, memusuhi orang yang beliau musuhi, dan meridhai apa yang beliau ridhai, serta marah terhadap sesuatu yang beliau murkai.
  • Memuliakannya ketika menyebut nama beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan bershalawat beserta salam kepadanya.
  • Membenarkan apa yang beliau khabarkan, baik tentang urusan agama, permasalahan dunia maupun hal ghaib tentang kehidupan dunia maupun akhirat.
  • Menghidupkan sunnah-sunnah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, memperjuangkan syari'atnya, dan menyampaikan dakwah beliau serta menjadikan beliau sebagai khudwah uswatun hasanah.

4. Adab seorang muslim terhadap dirinya sendiri

Agar seorang muslim bisa mengenal dirinya, membersihkan jiwanya maka dalam hal ini syari'at Islam telah memberikan langkah-langkah yang sangat mudah dan praktis sebagai berikut :

Taubat
Yang dimaksud dengan taubat adalah berlepas diri dari seluruh perbuatan dosa dan maksiat, menyesali segala dosa yang telah berlalu serta bertekad untuk tidak mengulanginya dikemudian hari. Dalam hal ini Allah
Ta'ala berfirman : "Hai orang-orang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhanmu menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai" (QS at-Tahrim: 2 8)Untuk lebih jelasnya keterangan tentang taubat ini baca buletin Dar el-Iman edisi No. 1 dan 2 yng berjudul Bertaubatlah Wahai Hamba Allah.

Muraqabah
Hendaklah setiap muslim menjaga sikap dan perbuatannya dihadapan Allah
Ta'ala di setiap waktu dalam hidupnya, dan menyadari bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala selalu mengawasi segala tindak-tanduk, serta mengetahui apa yang dirahasiakannya dan yang dinyatakannya itulah yang dimaksud dengan Muraqabah. Orang yang muraqabah jiwanya menjadi yakin dengan pengawasan Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap dirinya, merasakan dekat ketika mengingat-Nya, mendapatkan ketenangan jiwa tatkala mentaati-Nya, selalu berserah diri kepadaNya. Dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman: "Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang diapun mengerjakan kebaikan". (QS. an-Nisa': 125). Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala mempertegas : "Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan kami menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya". (QS. Yunus: 61)

Muhasabah (Mengoreksi diri)
Seorang muslim didalam melakukan amal kebaikannya yang akan membuahkan hasil yang dijanjikan oleh Allah
Ta'ala ibarat seorang saudagar yang melihat kewajiban yang disyari'atkan padanya sebagai modal perniagaannya, dan memandang semua amal-amal yang sunnah sebagai keuntungan yang lebih dari modalnya, lalu memandang dosa-dosa dan maksiat sebagai kerugian yang dideritanya. Kemudian dalam skala waktu tertentu ia duduk seorang diri untuk merenungi semua amal yang telah dilakukannya sehari-hari, maka jika ia mendapatkan kekurangan didalamnya ia mencela dan menjelekkan dirinya, lalu mengerjakan amal yang kurang tersebut, jika termasuk amal yang bisa diqhada' (diganti/ditebus) maka ia mengqhada'nya, dan jika tidak maka untuk menutupinya ia memperbanyak amalan sunnah, dan jika kekurangan tersebut dalam amalan sunnah, ia segera mengganti amalan tersebut lalu mencukupinya. Dan jika ia melihat kerugian karena telah melakukan pekerjaan yang dilarang, ia mohon ampun dan menyesali lalu mengerjakan amal kebaikan sebagai bentuk perbaikan terhadap kerusakan yang ia lakukan inilah yang dimaksud dengan muhasabah diri, dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dia perbuat untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. al-Hasyr: 1 8)Didalam astar shahabat yaitu perkataan Umar radhiyallahu 'anhu : "Evalusilah diri kalian sebelum kalian dievaluasi".

Mujahadah
Didalam melaksanakan ketaatan kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala seorang muslim dihadapkan dengan berbagai macam godaan-godaan dunia, dengan godaan tersebut banyak orang yang terlena dan jatuh ke dalam lembah keburukan, dosa, maksiat, dan memperturutkan syahwat. Oleh karena itu sangat dibutuhkan Mujahadah (kesungguhan) untuk memerangi penyakit-penyakit tersebut dengan beramal shalih, menjauhi kemungkaran. Dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik". (QS. al-Ankabuut: 69)

Penutup
Dengan mengenal adab-adab tersebut merupakan suatu jalan bagi seorang muslim untuk menggapai keridhaan Allah
Ta'ala. Semua yang telah dijelaskan tersebut tidaklah akan bisa membuahkan hasil melainkan dengan ikhlas dan kesungguhan seorang hamba dan sabar dalam menjalankan syari'at Allah Ta'ala ini. Demikianlah tulisan ini semoga Allah Ta'ala menujuki hati kita untuk menjadi seorang muslim yang beradab dan memudahkan kita dalam mengamalkannya, menjauhkan kita dari adab yang jelek.

dikutip dari http://dareliman.or.id

Saat Didikan Rohani Terabaikan

Saat Didikan Rohani Terabaikan

Manusia jika dari kecil tidak dididik rohaninya dan hanya diberi ilmu Syariat atau yang lahir-lahir saja, maka dia akan lebih mengenal orang lain dari pada dirinya sendiri, Kejahatan orang lain lebih tampak daripada kejahatan dirinya sendiri, Kesombongan orang lain akan lebih tampak dari pada kesombongan dirinya sendiri yg lebih besar.

Begitu merasakan saat dirinya kesusahan tidak ada yg menolong, padahal dirinya sendiri tidak pernah melakukan pertolongan. Saat seseorang mementingkan dirinya dia tersinggung, saat dia mementingkan dirinya sendiri yg telah menjadi budayanya tidak disadari. Sepertinya tidak patut orang lain yang bakhil, namun jika dirinya yang bakhil sepertinya tidak mengapa.

Demikianlah Manusia jika salah didik dari awal, mengenai Mahmudah dan Mazmumah tidak pernah dikenalnya. Kalaupun diajari banyak tentang Islam yang ditekankan hanya Syariat Lahir Semata-mata, sehingga akibatnya dia tidak mengenal dirinya sendiri dan akhirnya tidak bias menilai dirinya sendiri. Hanya Kejahatan orang lain yang tampak, namun kejahatan diri sendiri tidak kelihatan, Kini Jaman Sekarang sudah ramai dimana-mana.

Semoga kita semua terhindar darinya.

Powered by: Pendidikan Rapat Dengan Rohani Manusia (H. Ashari Muhammad), Selangor

Ilmu Takhrij Hadits, Cara Mentakhrij Hadist dan Ilmu Sanad

Pengertian Takhrij

Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna. Yang paling mendekati di sini adalah berasal dari kata kharaja ( خَرَجَ ) yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj ( اْلِإخْرَج ) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj ( المَخْرَج ) artinya artinya tempat keluar; dan akhrajal-hadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.

Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.

Sejarah Takhrij Hadits

Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidakmerasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla'if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij), yang diantaranya adalah :

  • Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
  • Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
  • Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'I (wafat 762 H).
  • Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga. [Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]
  • Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
  • Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).
  • Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-'Iraqi juga.
  • At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat 852 H).
  • Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
  • Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).

Contoh :

Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :

Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,"Hadits 'Ali bahwasannya Al-'Abbas meminta kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tentang mempercepat pembayaran zakat sebelum sampai tiba haul-nya. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin 'Adi, dari 'Ali. Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar Al-'Adawi, dari 'Ali. Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-Hakam. Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim bin Yanaq dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,"Imam Asy-Syafi'I berkata : 'Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasannya beliau mendahulukan zakat harta Al-'Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku tidak mengetahui apakah ini benar atau tidak?'. Al-Baihaqi berkata,"Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat dengan hadits Abi Al-Bakhtari dari 'Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,"Kami sedang membutuhkan lalu kami minta Al-'Abbas untuk mendahulukan zakatnya untuk dua tahun". Para perawinya tsiqah, hanya saja dalam sanadnya terdapat inqitha'. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda kepada 'Umar,"Kami pernah mempercepat harta Al-'Abbas pada awal tahun". Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi'" [At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163]

METODE TAKHRIJ

Dalam takhrij terdapat beberapa macam metode yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut :

Metode Pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari shahabat

Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits :

  • Al-Masaanid (musnad-musnad) : Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap shahabat secara tersendiri. Selama kita telah mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab al-masaanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
  • Al-Ma'aajim (mu'jam-mu'jam) : Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama shahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
  • Kitab-kitab Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap.

Metode Kedua, takhrij dengan mengetahui permulaan lafadh dari hadits

Cara ini dapat dibantu dengan :

  • Kitab-kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak, misalnya : Ad-Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah fil-Ahaaditsl-Masyhurah karya Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah 'alal-Alsinah karya As-Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru 'ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi' Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas 'amma Isytahara minal-Ahaadits 'ala Alsinatin-Naas karya Al-'Ajluni.
  • Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya : Al-Jami'ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.
  • Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu, misalnya : Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi li Ahaaditsi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi; Miftah Muwaththa' Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.

Metode Ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits

Metode ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu'jam Al-Mufahras li Alfaadzil-Hadits An-Nabawi, berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab hadits, yaitu : Kutubus-Sittah, Muwaththa' Imam Malik, Musnad Ahmad, dan Musnad Ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis, yaitu Dr. Vensink (meninggal 1939 M), seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda; dan ikut dalam menyebarkan dan mengedarkannya kitab ini adalah Muhammad Fuad Abdul-Baqi.

Metode Keempat, takhrij dengan cara mengetahui tema pembahasan hadits

Jika telah diketahui tema dan objek pembahasan hadits, maka bisa dibantu dalam takhrij-nya dengan karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink juga. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu :

  • Shahih Bukhari
  • Shahih Muslim
  • Sunan Abu Dawud
  • Jami' At-Tirmidzi
  • Sunan An-Nasa'i
  • Sunan Ibnu Majah
  • Muwaththa' Malik
  • Musnad Ahmad
  • Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi
  • Sunan Ad-Darimi
  • Musnad Zaid bin 'Ali
  • Sirah Ibnu Hisyam
  • Maghazi Al-Waqidi
  • Thabaqat Ibnu Sa'ad

Dalam menyusun kitab ini, penyusun (Dr. Vensink) menghabiskan waktunya selama 10 tahun, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan diedarkan oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi yang menghabiskan waktu untuk itu selama 4 tahun.

Lebih Lanjut bisa di baca disini dalam bentuk pdf, Mengenal Kitab dan Cara Mentakhrij Hadist (1) | (2) | (3)

atau klik disini

  1. http://attanzil.wordpress.com/files/2008/08/mengenal_kitab_kitab___cara_mentakhrij_hadits__1_1.pdf
  2. http://attanzil.wordpress.com/files/2008/08/mengenal_kitab_kitab___cara_mentakhrij_hadits__2_1.pdf
  3. http://attanzil.wordpress.com/files/2008/08/mengenal_kitab_kitab___cara_mentakhrij_hadits__3_1.pdf

STUDI SANAD HADITS

Yang dimaksudkan dengan studi sanad hadits adalah mempelajari mata rantai para perawi yang ada dalam sanad hadits. Yaitu dengan menitikberatkan pada mengetahui biografi, kuat lemahnya hafalan serta penyebabnya, mengetahui apakah mata rantai sanad antara seorang perawi dengan yang lain bersambung atau terputus, dengan mengetahui waktu lahir dan wafat mereka, dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Jarh wat-Ta'dil.

Setelah mempelajari semua unsur yang tersebut di atas, kemudian kita dapat memberikan hukum kepada sanad hadits. Seperti mengatakan,"Sanad hadits ini shahih, Sanad hadits ini lemah, atau Sanad hadits ini dusta". Ini terkait dengan memberikan hukum kepada sanad hadits.

Sedangkan dalam memberikan hukum kepada matan hadits, disamping melihat semua unsur yang tersebut di atas, kita harus melihat unsur-unsur yang lain. Seperti meneliti lebih jauh matannya untuk mengetahui apakah isinya bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih terpercaya atau tidak. Dan apakah di dalamnya terdapat illat yang dapat menjadikannya tertolak atau tidak. Kemudian setelah itu kita memberikan hukum kepada matan tersebut. Seperti dengan mengatakan : "Hadits ini shahih" atau "Hadits ini dla'if". Memberikan hukum kepada matan hadits lebih sulit daripada memberikan hukum kepada sanad. Tidak ada yang mampu melakukannya kecuali yang ahli dalam bidang ini dan sudah menjalaninya dalam kurun waktu yang lama.

Dalam studi sanad ini, buku-buku yang dapat digunakan untuk membantu adalah buku-buku yang membahas tentang Al-Jarh wat-Ta'dil serta biografi para perawi.

Sumber :Ditulis oleh Abu Al Jauzaa

Dahsyatnya Proses Sakaratul Maut

“Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejab, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri”. (Imam Ghozali mengutip atsar Al-Hasan).

Datangnya Kematian Menurut Al Qur’an :

1. Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan resiko-resiko kematian.
Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh". Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)

2. Kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh atau berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka bumi ini.
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? (QS An-Nisa 4:78)

3. Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar.
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS al-Jumu’ah, 62:8)

4. Kematian datang secara tiba-tiba.
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS, Luqman 31:34)

5. Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Munafiqun, 63:11)


Dahsyatnya Rasa Sakit Saat Sakaratul Maut

Sabda Rasulullah SAW : “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi)
Sabda Rasulullah SAW : “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari)

Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW .
Ka’b al-Ahbar berpendapat : “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.

Imam Ghozali berpendapat : “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”.

Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “Wahai manusia !”, kata pria tersebut. “Apa yang kalian kehendaki dariku? Limapuluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku.”

Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekular, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi.

Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezhaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah. Wallahu a’lam bis shawab.


Sakaratul Maut Orang-orang Zhalim

Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Ibrahim as pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.

Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik paksa roh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar roh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.

Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan roh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.

Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS Al-An’am 6:93)
(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); "Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun". (Malaikat menjawab): "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan". Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS, An-Nahl, 16 : 28-29)

Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zhalim, si malaikat akan berkata, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik ! “ Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu.

Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”.
Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zhalim di neraka, “Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”. Naudzu bila min dzalik!


Sakaratul Maut Orang-orang Yang Bertaqwa

Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Assalamu alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS, An-Nahl, 16 : 30-31-32)

Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, “Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu”.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Semoga kita yang masih hidup dapat selalu dikaruniai hidayah-Nya, berada dalam jalan yang benar, selalu istiqomah dalam keimanan, dan termasuk umat yang dimudahkan-Nya, selama hidup di dunia, di akhir hidup, ketika sakaratul maut, di alam barzakh, di Padang Mahsyar, di jembatan jembatan Sirath-al mustaqim, dan seterusnya.
Amin !

(Sumber Tulisan Oleh : NN, dikumpulkan dari berbagai sumber)

Awal-awal Agama Mengenal Allah

Assalamu'alaikum wr wb,
Artikel di bawah mengingatkan kembali prioritas dan awal dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Sesuai dengan ayat-ayat pertama Al Qur'an yang berkisah tentang keberadaan Allah beserta sifat-sifatnya (mis: Al 'Alaq yang menceritakan Allah pencipta manusia), Nabi menanamkan Tauhid. Yaitu keberadaan Allah beserta sifat-sifatnya.

Begitu ummat Islam yakin akan Allah dan mencintainya, insya Allah segala perintah Allah akan ditaati dan laranganNya akan dijauhi. Jadi bukan justru mengenalkan masalah-masalah furu'iyah dan khilafiyah yang tidak membawa dampak apa-apa bagi ummat yang masih dangkal aqidahnya dan justru membawa perpecahan.

Berikut artikelnya.

Wassalam

http://whasid. wordpress. com/2007/ 07/03/awal- awal-agama- mengenal- allah/
Awal-awal Agama Mengenal Allah
Dalam era kebangkitan Islam yang ke dua di akhir zaman ini, kita wajib meniru apa yang Rasulullah SAW lakukan hingga beliau berjaya dalam kebangkitan Islam kali pertama. Hal yang Rasulullah SAW perjuangkan pertama-tama adalah persoalan tauhid, yaitu memperkenalkan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang layak disembah.

Rasulullah SAW berjuang selama tiga belas tahun di Makkah. Itulah masa Rasulullah berdakwah dan mengumpulkan pengikut-pengikutny a. Mula-mula secara sembunyi-sembunyi dan kemudian secara terang-terangan. Dalam masa tiga belas tahun itu, Rasulullah hanya ‘membawa Tuhan’ kepada para Sahabat dan memperkenalkan para Sahabat kepada Tuhan. Dalam majlis yang resmi atau tidak resmi, dalam majlis keramaian, apabila berjalan-jalan dengan para Sahabat, bahkan pada setiap waktu Rasulullah menceritakan tentang Allah dan hari Akhirat. Tentang kebesaran, kesucian dan kekuasaan-Nya. Tentang kasih sayang, keampunan dan belas ihsan-Nya. Tentang kuasa dan iradah-Nya dan tentang segala sifat yang ada pada Tuhan.

Segala sifat-sifat Allah itu sangat dihayati oleh para Sahabat sehingga mereka menjadi cukup kenal dengan Tuhan. Bukan sekedar tahu, tetapi cukup kenal. Mereka menjadi orang-orang yang arifbillah. Hati-hati mereka cukup dekat dengan Tuhan, cukup sensitif dan peka dengan Tuhan. Mereka cukup terangsang dengan kebesaran dan keagungan Tuhan. Akhirnya jadilah para Sahabat, orang-orang yang sangat cinta dan takut kepada Tuhan. Dalam hidup mereka, Allah-lah yang menjadi perkara utama. Allah-lah yang bertakhta di hati-hati mereka. Banyak di kalangan Sahabat yang menjadi mabuk dengan Tuhan karena terlalu takut dan rindu. Perasaan mabuk, takut dan cinta ini sangat kuat dan mendalam hingga adakalanya hati-hati para Sahabat tidak dapat menanggung bebannya. Ada Sahabat yang terus mati karena mengingat kebesaran Allah. Ada yang mati apabila ada orang menyebut nama Allah. Sedangkan yang jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri lebih banyak lagi. Bila disebut nama Allah,
gemetar hati-hati mereka. Namun, dengan hati yang begitu mabuk dan rindu pada Tuhan, mereka tidak mempunyai jalan atau cara untuk melepaskan perasaan mereka. Mereka tidak ada cara untuk berhubung atau berinteraksi dengan Tuhan. Maka mereka terpaksa menanggung dan memendam rasa mabuk dan rindu itu. Mereka seolah-olah orang yang begitu dahaga tetapi tidak mendapat air untuk diminum. Mereka seperti orang yang sangat lapar tetapi tidak ada apa untuk dimakan. Mereka seperti orang yang sangat rindu kepada Kekasih Agungnya tetapi tidak dapat bersua dan bertemu untuk memuji-muji dan meluahkan segala perasaan yang terpendam dan terbuku di hati. Allah biarkan saja mereka jadi begitu.

Pada tahun yang kesebelas, baru berlaku peristiwa Israk Mikraj. Jadi, pada tahun kesebelas baru datang perintah sholat. Itulah satu hadiah yang sangat besar yang Allah karuniakan kepada para Sahabat supaya mereka dapat berinteraksi dan berhubungan dengan-Nya. Supaya mereka dapat melepaskan segala perasaan rindu dan dendam yang selama ini mereka tanggung. Supaya mereka dapat mengadu, berbicara, berbisik-bisik dan meminta-minta kepada Tuhan. Supaya mereka dapat meluahkan segala isi hati mereka dan bermanja-manja dengan Tuhan. Sungguh sholat itu satu karunia yang sangat besar bagi para Sahabat. Ia ibarat air di kala dahaga. Ia ibarat makanan di kala lapar. Ia ibarat pertemuan dengan kekasih yang sangat dirindu. Sholat menjadi buah hati Rasulullah dan para Sahabat. Sholat adalah istirahat mereka. Rasulullah SAW pernah bersabda:

Maksudnya: “Sembahyang adalah penyejuk mataku.”

Baginda juga pernah menyuruh Sayidina Bilal r.a. untuk adzan dengan berkata:

Bermaksud “Wahai Bilal, berilah kerehatan kepada kita semua!”

Demikianlah kedudukan sholat di hati Rasul dan para Sahabat. Tidak heran mereka tenggelam di dalam sholat. Mereka ‘mikraj’ di dalam sholat. Tidak heran juga, ketika sholat, mereka lupa tentang dunia ini dan segala isinya baik yang berupa nikmat maupun kesusahan. Mereka asyik dan masyuk dengan Tuhan dalam sholat. Sayidina Ali k.w. lantaran begitu khusyuknya di dalam sholat, tidak terasa apa-apa ketika dicabut anak panah dari betisnya. Sholat mereka yang seperti inilah yang telah menjadikan mereka pribadi-pribadi agung. Agung keimanan mereka. Agung keyakinan mereka dan agung akhlak mereka. Allah memberikan karunia kepada mereka 3/4 dunia dan semua bangsa bernaung di bawah kekuasaan mereka. Mereka membawa kedamaian dan keselamatan. Mereka penuhi dunia ini dengan keadilan dan kebahagiaan.

Di sini kita dapat melihat konsep pendidikan Rasulullah, yaitu awaludin makrifatullah. Awal-awal agama mengenal Allah. Para Sahabat dikenalkan kepada Allah hingga mereka menjadi orang-orang yang arifbillah, yaitu orang-orang yang sangat takut, cinta dan rindu kepada Allah dan orang-orang yang mabuk dengan Allah. Dalam keadaan seperti itu, barulah mereka diperintah untuk melaksanakan sholat dan menegakkan syariat Allah. Keseluruhan perintah syariat yang beribu-ribu jumlahnya diturunkan di Madinah. Ia hanya memakan waktu 10 tahun, berbanding memperkenalkan Tuhan yang satu itu yang memakan masa selama 13 tahun di Makkah.

Orang-orang yang menegakkan syariat Allah di Madinah itu sebenarnya ialah orang-orang yang takut, cinta dan mabuk dengan Tuhan. Orang-orang yang arifbillah. Hanya orang-orang seperti ini saja yang mampu menegakkan syariat Allah. Yang mampu memperjuangkan agama Allah. Yang mampu berkorban ke jalan Allah. Itulah kelemahan umat Islam hari ini. Sebatas tahu tentang Tuhan. Sebatas memiliki ilmu tentang Tuhan. Sebatas alimbillah. Tuhan masih di akal, belum di hati. Belum ada rasa bertuhan. Belum ada rasa kehambaan. Jauh dari rasa takut rindu dan cinta pada Tuhan. Lebih-lebih lagi belum mabuk dengan Tuhan. Oleh karena itu, mereka disogok dengan sholat dan syariat. Disuruh dirikan sholat. Disuruh tegakkan syariat. Diperkenalkan hukum hudud dan sebagainya. Orang yang belum kenal Tuhan dan orang yang tidak ada rasa takut dan cinta pada Tuhan, tidak akan mampu mendirikan sholat dan menegakkan syariat. Kalau pun mereka berbuat, ia dilakukan secara terpaksa.
Melakukan pekerjaan dengan terpaksa memang pahit, sakit dan perit. Sukar untuk istiqomah.

Kenapa tidak dibawa Tuhan kepada mereka? Kenapa tidak perkenalkan Tuhan kepada mereka? Kalau manusia betul-betul kenal Tuhan, mereka tidak akan dapat mengelak dari jatuh cinta dan rindu kepada-Nya. Mereka tidak akan dapat mengelak dari mau berbakti kepada-Nya untuk merebut cinta dan kasih sayang-Nya. Bagaimana mungkin kita tidak sayang dan tidak jatuh hati kepada Allah yang begitu berbakti, begitu menjaga, begitu mengawasi dan memenuhi segala kehendak dan keperluan kita. Yang penuh kasih dan belas kasihan kepada kita. Yang menyayangi kita lebih dari ibu kita sendiri. Yang menjaga kita siang dan malam tanpa istirahat dan tanpa tidur. Yang tidak pernah melupakan kita. Marilah kita kembalikan manusia kepada Tuhan. Marilah kita perkenalkan Tuhan itu kepada manusia supaya manusia kenal akan Tuhan. Karena awal-awal agama mengenal Tuhan.

Selagi kita belum kenal Tuhan, selagi itu kita belum mampu untuk beragama atau untuk menegakkan agama. Mengenal Tuhan itu tidak cukup sekedar tahu tentang Tuhan atau tahu tentang sifat-sifat Tuhan secara ilmunya, tetapi merasakannya di hati. Hati rasa bertuhan, hati merasa Tuhan senantiasa melihat, hati merasa Tuhan itu Maha Mendengar, hati merasakan Tuhan itu berkuasa berbuat apa saja kepada hamba-Nya, hati merasakan Tuhan itu pengasih dan penyayang yang senantiasa mencurahkan rezeki kepada hamba-Nya.

Setelah hati ada rasa bertuhan, secara otomatis hati akan dipenuhi rasa kehambaan, yaitu rasa lemah, rasa berdosa, rasa bergantung harap kepada-Nya. Hati rasa takut dan cinta dengan Tuhan sebagaimana yang dirasakan oleh para Sahabat yang dididik oleh Rasulullah lebih 1400 tahun dahulu.

Mengetuk Pintu Cinta

Penulis : Hendra Sugiantoro

------------ -
KotaSantri.com : Dengan
cinta terlahir kita, insan termulia. Dengan cinta, nafas berhembus
mengarungi kehidupan. Lihatlah! Jauh mata memandang, kaki tegap
menapak, terus berayun tangan, dan lantunan suara merdu terdengar. Inilah cinta. Cinta dari Yang Mahacinta.

Matahari dan bulan rapi
beredar. Bumi terhampar dan merindang tetumbuhan. Alangkah harum mekar
bunga di taman. Dengan cinta, kita berlayar dan melahap mutiara di
lautan. Mengais penghidupan di terang pelita dan beristirahat di malam
menjelang. Tercurah air dan lain cinta tak terbilang. Lalu, cinta Tuhan
manakah yang kita dustakan?

Inilah cinta. Cinta yang banyak kita dustakan. Mengingkari cinta dengan
larut dalam kehinaan. Menumpuk kesalahan dan noda dosa memekat. Kita
yang terlalu asyik bermain lumpur hitam. Masih menampakkan kemaksiatan
dan berselimut kedzaliman. Jika Allah berkata, "Sesungguhnya manusia itu
amat dzalim dan bodoh," memang benar adanya. Kita, manusia bodoh dan
dzalim di muka bumiNya.

Kita pun telah mengerti. Telah mengetahui keburukan. Tapi, tampaknya
perlu lagi ditegaskan. Jangan! Membunuh orang lain tanpa hak,
mendengki, bersaksi dusta, berkata kotor, minum khamr, mengambil milik
orang lain dengan batil, berbohong, menggunjing, mengkorupsi uang
rakyat, berbuat mesum, menghamili tanpa hak dan mengingkari janji.
Sekali lagi, jangan melakukan kejahatan dan keburukan.

Keburukan yang juga halus tak terlihat, bergerilya di hati tanpa kita
sadari. Perbuatan-perbuatan yang tulus menujuNya telah tercemari.
Shalat kita, puasa kita, bahkan perjuangan menegakkan kalimatNya masih
tercampuri nafsu dunia. Ada banyak kepentingan mewarnai ibadah kita.
Kita yang menuntut ilmu tanpa amal menyata. Kita yang mengkaji ilmu
hanya untuk menampakkan kepandaian. Bahkan, dengan ilmu tampaknya
menyampaikan pesan-pesan kebaikan, tapi justru menjual ayat-ayatNya.

Di atas dunia ini, kita memang berhadapan dengan musuh nyata. Musuh yang
menyesatkan, mengajak kepada kemungkaran dan memperindah setiap
keburukan. Musuh yang pernah berkoar, "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau
telah memutuskan kesesatan padaku, pasti aku akan menjadikan mereka
memandang baik perbuatan buruk di bumi dan pasti aku akan menyesatkan
mereka." (QS. Al-Hijr (15) : 39). Musuh abadi kita. Itulah setan, musuh
nyata kita hingga zaman mengakhiri kehidupan.

Keburukan yang benar-benar terang, tampak jelas di sini. Di sini, di
atas dunia ini. Keburukan yang menodai zaman, kekhilafan yang
memekatkan hati, noktah-noktah hitam pun terlahir dan perlahan menutup
pintu cintaNya. Pintu cintaNya yang tertutup kabut dosa kita, bahkan
Anas RA pun menyindir kita, "Sesungguhnya kalian melakukan
perbuatan-perbuatan yang dalam pandangan mata kalian lebih halus dari
rambut, tapi kami di zaman Rasulullah menganggap perbuatan-perbuatan
tersebut termasuk dalam dosa besar." Dosa dan kesalahan yang
menghilangkan keberkahan hidup. Kenestapaan dan kesempitan hidup pun
melanda, kesulitan menjadi-jadi dan juga rizki tak kunjung mengalir.

Namun, inilah cinta. Dengan cinta, Allah tak menutup rapat pintu
cintaNya. Masih membukakan pintu cintaNya tatkala kita bersegera
membersihkan dosa. Memang benar kita tak pernah luput dari kesalahan,
namun bukan kita jika tak pernah memohon ampunanNya. Bukan kita jika
tak bersedia menyucikan jiwa.

AmpunanNya, hanya ampunanNya yang mampu membebaskan kita. Membebaskan
kita dari kedukaan. Memberikan keberuntungan dan rizki dari arah tiada
terduga. Rizki yang tidak hanya berupa harta, tapi apa pun yang
mendatangkan kebaikan. Ilmu yang bermanfaat, kesehatan, kelapangan
hidup, tiada berat menjalankan perintahNya, dan rizki lain yang tak
terhitung jumlahnya.

Inilah cinta. Berlimpah cinta Allah untuk kita. Dosa kita, kesalahan
kita, kekhilafan kita, keburukan kita yang menahan cintaNya. Di balik
pintu itu, cinta Allah tertahan, padahal ada keberkahan hidup di
baliknya. Detik ini dan saat ini juga bersama kita mengetuk pintu
cintaNya. Bersama memohon ampun agar pintu cintaNya terbuka.

------------
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]